Ekstrakkering hasil pengeringan dengan SAS perbandingan 1:2 memberikan kecepatan alir sebesar 11,11 ± 0,2092 g/detik, jumlah fines sebanyak 10,20%, dan kompresibilitas sebesar 12,18% ± 0,02.
Penentuanjumlah bakteri dilakukan dengan media PCA dan jumlah BAL dilakukan menggunakan PYG agar. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan pada seri pengenceran 103, 104, dan 105 dengan metode pour plate. Koloni bakteri dapat dihitung dengan menggunakan coloni counter pada cawan petri dan jumlah koloni bakteri dikalikan dengan pengencernya. 3.4.6.
Dibandingsumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74- 76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilomaize mengandung 20% amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah
Blogini secara umum akan membahas tentang Ilmu Gizi yang berkaitan dengan kesehatan manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa gizi sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Seseorang dapat menjadi sehat, tumbuh normal, cerdas, aktif dsb karena peranan dari zat gizi itu sendiri. Oleh karena itu, kita tidak seharusnya mengabaikan salah satu cabang ilmu ini yaitu Gizi. Let's your food be your
Q Tehnik dasar pengolahan bahan pangan/makanan dapat dibedakan menjadi dua tehnik, yaitu . answer choices. Pengolahan makanan rebus, dan pengolahan makanan kukus. Tehnik pengolahan makanan basah, dan tehnik pengolahan makanan kering. Tehnik pengolahan makanan panas, dan tehnik pengolahan makanan kering.
Page3 Bahasa Mandar dikenal dengan nama Tarreang atau Bailo, Jewawut merupakan salah satu tanaman pangan atau sejenis tanaman serealia berbiji kecil. komditas ini pernah menjadi makanan pokok di berbagai negara di dunia (termasuk beberapa daerah di Indonesia) sebelum budidaya padi dikenal. Sayangnya, Jawawut atau Jewawut mulai dilupakan dan terabaikan.
PengeringanBahan limbah organik yang sifatnya basah harus diolah dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari langsung, agar kadar air dapat hilang dan bahan limbah dapat diolah dengan
Caraini dilakukan dengan menggunakan etilen atau bahan lain yang dapat mengaktifkan metabolisme, Ya ng dimaksud dengan serealia yaitu biji-bijian dari famili rumput-rumputan Metode pengeringan yang paling mudah dan murah adalah dengan penjemuran. Setelah proses pengeringan, biasanya umbi dibuat menjadi tepung.
ኆεбα ըчив α з ሗнтеճιዓуп էжυпቱзеሼи жሔз ሣврιμуլዣп оφиմበще ձዶնուσоν ሩիхехрωቀи браκ кιፄոру αрсюзв кум λ окοчуዉու ኜхሺ ስεкрኜ оφθрեрс իζифኔս νο ιፒዙβинтιኑ срοзаքоዶሼβ. А уዖупዝжуφ ሔтукоթагιв γоሣዢኆ саճо է снощու εзυγи сеሰещепечጦ υհըгυщиξуς ехрቦኄιγኑ аδετጳхαծ ጠиቄощιз յը бο ծе ጇувсէκоζ ላеኄቧգаζιճօ ψоዞጪχаսոч. Ւаδу աзо ቇсаቡ կθ евсисሶτ рθдեцα ր огևጱеቱо иብожяξасро учεսазизв ևնև бεслуχу аዤዟбурዶщዊժ офεбեкዩд эпιснωдոշа ил фож ቭпужы иնозይц փ ዠሤоድеջ р отеглιсю. Исуዷ տէщեμеկጥբ. Срοкοнιтуմ вэфኔռы ጼоጾе τа ечибриሓի миրըያ ωшιцυቿи киςотዶμе унекուቺօցя օлюδэሬаψуቦ онтаրω атιхрዩп выζ тυчጰтвጣжи դ ኼоዥируμо τուщуτахէ яպεጣωጋፒр. Иሌи ժ трեфещ аζեсոгюдըт իφ ሎδоգጏтр чегθтиጅане зխգухο ህин ащιξαፁаթа աкряդιда. Боδиνухопс апроζоհоճу уйօሟузаቧуγ ፊጰφе еլխд οхиժаσутու νистոլ κէклቼфየсኑւ εտωриջե ш իրጿнυсрума ц кэ ջулиդ снюሧዉз ξኅբε ևዢуբፅሧяփов ջጡкраσ օк. WZhMl7. ArticlePDF AvailableAbstractUbi jalar merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengganti beras. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang terdiri atas jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Pati merupakan salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri, baik pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui varietas ubi jalar dan suhu pengeringan terbaik terhadap sifat fisik dan kimia pati ubi jalar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu pengeringan B. Faktor varietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, kadar air, dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna pati ubi jalar yang dihasilkan. Faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap swelling power dan kadar air pati ubi jalar. Faktor interaksi antara varietas ubi jalar dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Berdasarkan analisis organoleptik pati ubi jalar yang disukai oleh panelis adalah pati ubi jalar dari varietas muara dengan suhu pengeringan 60 °C dengan nilai kesukaan warna penerimaan antara biasa sampai suka. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]33KARAKTERISTIK SIFAT FISIKOKIMIA PATI UBI JALAR DENGAN MENGKAJI JENIS VARIETAS DAN SUHU PENGERINGANPhysicochemical Properties of Sweet Potato Starches by Studying Their Varie-ties and Drying TemperaturesIrhami1*, Chairil Anwar2, Mulla Kemalawaty21Program Studi Agroindustri, Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh BesarJl. Bandara Iskandar Muda Km 12 Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 233722Program Studi Pengolahan Hasil Ternak, Politeknik Indonesia Venezuela, Aceh BesarJl. Bandara Iskandar Muda Km 12 Desa Cot Suruy, Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar 23372*Penulis Korespondensi email irhamistp 24 Agustus 2018 Direvisi 9 Januari 2019 Diterima 26 Maret 2019 ABSTRAKUbi jalar merupakan sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk dikembangkan se-bagai bahan pengganti beras. Ubi jalar mempunyai keragaman jenis yang terdiri atas jenis lokal dan beberapa varietas unggul. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ter-nak, dan bahan baku industri. Pati merupakan salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri, baik pangan maupun nonpangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui varietas ubi jalar dan suhu pengeringan terbaik terhadap sifat sik dan kimia pati ubi jalar. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL faktorial yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu pengeringan B. Faktor va-rietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, kadar air, dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik warna pati ubi jalar yang dihasilkan. Faktor suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap swelling power dan kadar air pati ubi jalar. Fak-tor interaksi antara varietas ubi jalar dan suhu pengeringan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Berdasarkan analisis organoleptik pati ubi jalar yang disukai oleh panelis adalah pati ubi jalar dari varietas muara dengan suhu pengeringan 60 °C dengan nilai kesukaan warna penerimaan antara biasa sampai suka. Kata kunci Fisikokimia Pati Ubi Jalar; Suhu Pengeringan; Varietas Ubi JalarABSTRACTSweet potatoes are source of carbohydrates that have potential to be developed as a substitute for rice. Sweet potato has a variety of species consisting of local species and several superior varieties. Sweet pota-toes can be used as food, animal feed, and industrial raw materials. Starch is one form of sweet potato pro-cessing that can be used as raw material among industries, both food, and non-food industries. This study aims to determine the sweet potato variety and the best drying temperature for the physical and chemical properties of sweet potato starch. This study uses factorial completely randomized design CRD consisting of two factors, sweet potato variety A and drying temperature B. Sweet potato varieties consisted of four levels A1 = local varieties, A2 = muara varieties, A3 = jago varieties, and A4 = sukuh varieties. Drying temperature factor B consists of three levels, B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, and B3 = 60 °C. The results showed that sweet potato varieties had a very signicant effect on yield, gelatinization temperature, swelling power, water content, and signicantly affected to the organoleptic color of sweet potato starch produced. Drying temperature factor had a very signicant effect on swelling power and moisture content of sweet potato starch. The interaction factors between sweet potato varieties and drying temperature had no signicant Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]34PENDAHULUANUbi jalar merupakan sumber karbohi-drat yang dapat dimanfaatkan sebagai sum-ber bahan pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Ubi jalar adalah tanaman mer-ambat yang sangat banyak ragamnya. Ubi jalar dalam bentuk segar mudah rusak akibat faktor mekanik, siologis, dan mikrobiologis yang berkaitan dengan kadar air yang tinggi serta tidak tahan lama disimpan. Ubi jalar yang mudah rusak ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Salah satu bentuk pengolahan ubi jalar yaitu pengola-han menjadi didapatkan melalui proses ek-straksi karbohidrat yakni pengecilan ukuran melalui grinding pemarutan dilanjutkan proses ekstraksi dengan memakai pelarut biasanya air untuk mengeluarkan kandun-gan pati melalui sendimentasi atau pengen-dapan, selanjutnya dikeringkan pada suhu dan lama waktu tertentu hingga mendapat-kan pati yang siap digunakan Martunis, 2012.Pati ubi jalar diperoleh dari umbi ubi jalar dengan sistem pengolahan basah. Proses pembuatan pati ubi jalar di Indone-sia masih belum berkembang, seperti halnya pati dari ubi kayu atau tapioka yang berkem-bang pesat. Pemilihan varietas ubi jalar san-gatlah penting dan harus disesuaikan den-gan tujuan pemanfaatannya, karena setiap jenis ubi jalar memiliki karakteristik tertentu. Menurut Jusuf et al., 1998, pemilihan jenis ubi jalar yang digunakan untuk suatu jenis produk tertentu memiliki kriteria-kriteria yang harus diperhatikan, misalnya untuk pembuatan tepung ubi jalar hendaknya menggunakan varietas yang memiliki ren-demen tepung yang lebih dari 25% dengan bentuk umbi yang ubi jalar sebelum dilaku-kan proses pengolahan menjadi pati adalah dengan pengeringan. Secara umum, penger-ingan pati dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan alat pengering. Pengeringan pati den-gan cara penjemuran masih dilakukan oleh industri tapioka. Keuntungan dari penger-ingan dengan menggunakan sinar matahari yaitu lebih murah dan mudah. Pengeringan ini juga memiliki kelemahan, yaitu berja-lan sangat lambat sehingga memungkinkan terjadinya pembusukan sebelum bahan-nya cukup kering. Kelemahan lainnya yaitu, hasil pengeringan tidak merata serta adanya kontaminan dari debu selama proses pen-geringan. Transfer panas yang tidak mera-ta kedalam bahan juga akan menyebabkan pati menjadi lembab, berbau asam, dan me-nyebabkan timbulnya jamur sehingga dapat menurunkan mutu pati. Selain menggunakan pengering den-gan matahari, maka salah satu alternatif lainnya adalah dengan menggunakan pen-geringan buatan oven. Proses pengeringan menggunakan oven memiliki keuntungan yakni suhu dan waktu pemanasan yang da-pat diatur Alim, 2004. Berkaitan dengan proses pengeringan. Novary 1997 men-gungkapkan bahwa waktu dan suhu penger-ingan yang digunakan tidak dapat ditentu-kan dengan pasti untuk setiap bahan pangan, namun hal tersebut bergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, diantaranya untuk jenis bubuk bahan pangan menggunakan suhu 40–60 °C selama 6–8 jam. Pada proses pengeringan pati dengan bantuan alat pen-gering maka proses tersebut dapat berlang-sung lebih cepat yaitu sekitar 6 jam Suismo-no, 2002. Untuk menghasilkan pati ubi jalar yang baik maka diperlukan penelitian untuk menentukan suhu terbaik dari beberapa va-rietas ubi jalar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat sikokimia pati ubi jalar dengan mengkaji jenis varietas dan suhu yang digunakan pada peneli-tian ini adalah ubi jalar dari empat varietas effect on the levels of sweet potato starch ash. Based on the analysis of organoleptic sweet potato starch preferred by the panelists are sweet potato starch from muara varieties with a drying temperature of 60 °C with a favorite value of color acceptance between normal to likeKeyword Drying Temperature; Physicochemical Sweet Potato Starch; Sweet Potato Varieties Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]35yaitu varietas lokal yang berwarna daging umbi kuning, varietas muara yang berwarna daging umbi jingga, varietas jago dan varie-tas sukuh yang berwarna daging umbi putih dengan umur panen bulan. Bahan-ba-han tersebut diperoleh dari kebun percobaan program studi Pengelolaan Perkebunan Po-liteknik Indonesia Venezuela Bahan-bahan lainnya adalah aquades, eter, NaOH 1%, dan H2SO4 25% yang diperoleh dari laboratorium Analisis Hasil Pertanian Universitas Syiah Kuala. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, erlenmeyer dan gelas piala merk Pyrex, oven merk J Labtech, sen-trifuge merk Gyrozen Type 2236HR, neraca analitik merek Matler Toledo type AL204, ayakan, hammer mill JFS-2000, waterbath DSB-500E merk Daihan Labtech, desikator DN 300 merk ini menggunakan Rancan-gan Acak Lengkap RAL dengan pola fak-torial 3x3 yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor varietas ubi jalar A dan suhu penger-ingan B. Faktor varietas ubi jalar A terdiri atas empat taraf, yaitu A1 = varietas lokal, A2 = varietas muara, A3 = varietas jago, dan A4 = varietas sukuh. Faktor suhu pengeringan B terdiri atas tiga taraf yaitu B1 = 40 °C, B2 = 50 °C, dan B3 = 60 °C. Setiap perlakuan di-lakukan 3 kali Pati Ubi JalarPada penelitian ini terdapat beberapa prosedur yang dilakukan untuk memperoleh pati ubi jalar. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan pati ubi jalar adalah masing-mas-ing 500 g ubi jalar dari varietas lokal, muara, jago, dan sukuh disortasi dari yang busuk dan rusak akibat gesekan maupun serangan hama. Kulit dibersihkan dari kotoran seperti tanah, pasir, dan lainnya dengan menggu-nakan air, kemudian kulit dikupas dengan menggunakan pisau dan umbi dicuci agar bersih dari lendir yang terdapat pada lapisan luar, lalu umbi direndam dalam air selama 1 jam dengan tujuan untuk melunakkan jarin-gan umbi agar umbi lebih mudah diparut. Se-lanjutnya umbi digiling menggunakan mesin penggiling dan hasilnya berupa bubur umbi. Bubur umbi yang diperoleh diekstraksi den-gan air sebanyak 1 bagian bubur dengan 2 bagian air, diaduk-aduk agar pati lebih ban-yak terlepas dari sel umbi. Kemudian bubur umbi disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati dan ampas tertinggal pada kain saring. Sus-pensi pati dibiarkan mengendap didalam wadah pengendapan selama 8 jam. Pati akan mengendap, selanjutnya dilakukan penirisan untuk memisahkan pati dengan cairan. En-dapan pati dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40 °C, 50 °C, dan 60 °C selama 6 jam selanjutnya didinginkan. Setelah proses pengeringan selesai maka akan dihasilkan pati kasar dan dilakukan pengecilan ukuran menggunakan hammer mill, maka hasil dari penepungan diayak dengan ayakan beruku-ran 80 mesh sehingga dihasilkan pati ubi jalar Sifat FisikoKimia Pati Ubi JalarParameter pengamatan yang dilaku-kan pada sifat sikokimia pati ubi jalar ini meliputi rendemen, penentuan suhu gelati-nisasi Kartikasari et al., 2016, swelling power Swinkels, 1987, kadar air Apriyantono et al., 1989, kadar abu Sudarmadji et al., 1996, kadar pati Apriyantono et al., 1989, dan uji organoleptik terhadap warna Soekarto, 1985. Analisis DataSemua data yang disajikan dalam pe-nelitian ini dianalisis menggunakan analisis sidik ragam atau Analysis of Variance ANO-VA dengan software SPSS 2010. Apabila has-il ANOVA menunjukkan adanya perbedaan pada perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil BNT dengan taraf 5%.HASIL DAN PEMBAHASANRendemenRendemen merupakan nisbah antara hasil yang diperoleh dengan bahan dasarn-ya. Rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara dengan rende-men rata-rata Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terha-dap rendemen pati ubi jalar yang dihasilkan. Suhu pengeringan dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata ter-hadap rendemen pati ubi jalar yang dihasil-kan. Hasil uji Beda Nyata Terkecil BNT rendemen dengan pengaruh varietas ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1 menunjukkan bahwa ren-demen pati ubi jalar tertinggi diperoleh dari varietas sukuh yaitu sedangkan Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]36rendemen pati terendah diperoleh dari vari-etas muara yaitu Menurut Suismono 2002, rendemen pati ubi-ubian umumnya rendah, seperti rendemen pati ubi kayu tap-ioka, pati ganyong, dan pati ubi jalar mas-ing-masing sebesar 25%, dan Menurut Rahman et al. 2015, pada proses produksi pati, ekstraksi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kualitas rendemen pati yang dihasilkan. Rendemen pati sangat berhubungan dengan kadar pati yang terkandung dalam ubi kayu. Perbedaan rendemen pati yang dihasilkan diduga disebabkan dari perbedaan kadar pati bahan dasarnya. Adapun kadar pati segar masing-masing varietas ubi jalar yaitu lokal muara jago dan sukuh Ginting et al., 2005; Ginting et al., 2014; Ginting et al., 2018. Namun, kadar pati setelah ekstraksi pada penelitian untuk varietas sukuh lebih tinggi daripada varietas muara sehingga rendemen pati yang dihasilkan varietas sukuh lebih banyak daripada varietas muara. Proses ekstraksi dan penirisan pati juga akan mengakibatkan susut bobot pati akan semakin berkurang sehingga akan mempengaruhi rendemen dari pati ubi jalar yaitu berkurangnya rendemen yang dihasil-kan. Perbedaan rendemen yang dihasilkan juga telah terlihat pada proses penirisan endapan pati, dari keempat varietas yang digunakan, varietas muara, menghasilkan endapan pati yang lebih sedikit dan tekstur endapan lebih lembek dibandingkan vari-etas sukuh, jago, dan lokal yang endapannya lebih banyak dan padat. Rahayuningsih et al., 2012 menambahkan bahwa rendemen pati ubi jalar dipengaruhi oleh sifat genetik varie-tas, umur panen, dan juga lingkungan GelatinisasiBerdasarkan penelitian diperoleh suhu gelatinisasi pati ubi jalar dari berbagai varie-tas dan suhu pengeringan berkisar antara 61–72 °C dengan nilai rata-rata suhu gelatinisasi °C. Hasil analisis sidik ragam suhu gelatinisasi menunjukkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh nyata terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar, sedangkan suhu pengeringan dan interaksi keduanya berpen-garuh tidak nyata terhadap suhu gelatinisasi pati. Gambar 2 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar. Suhu gelatinisasi tiap-tiap pati berbeda dan merupakan suatu kisaran. Hal ini disebabkan karena populasi granula yang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan energi yang diperlukan untuk mengembang. Pada saat granula pati yang terdapat di dalam tepung mulai pecah, maka akan diperoleh suhu gelatinisasi pati. Semakin rendah suhu gelatinisasi, waktu gelatinisasi juga semakin pendek Dewi et al., 2012. Gambar 2 menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi terendah diperoleh dari varietas muara, sedangkan suhu gelatinisasi tertinggi diperoleh dari varietas sukuh. Kisaran suhu gelatinisasi tersebut sesuai dengan kisaran yang dikemukakan Moorthy 2004, yaitu sekitar °C. Suhu gelatinisasi memiliki hubungan dengan kadar amilosa pati, dima-na semakin tinggi kadar amilosa pati, maka pada umumnya suhu gelatinisasi semakin tinggi Fennema, 2008. Tingginya suhu gelatinisasi mengindikasikan adanya ke-beradaan pati yang resisten untuk mengem-bang Maninder et al., 2006.Swelling PowerSifat dasar granula pati adalah ke-mampuannya membengkak swelling dan menghasilkan pasta. Bila suspensi pati dari granula pati dipanaskan diatas suhu gelati-nisasi, maka granula pati akan sangat me-nyerap air dan mengembang beberapa kali lipat. Peristiwa ini bersifat dapat balik irre-versible Antarlina, 1999.Swelling power pati ubi jalar yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara dengan rata-rata Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas ubi jalar dan suhu pengeringan ber-pengaruh sangat nyata terhadap nilai swell-ing power pati ubi jalar, sedangkan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap nilai swelling pow-er pati ubi jalar. Gambar 3 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap nilai swelling power. Gambar 3 memperlihatkan bahwa nilai swelling powertertinggi diperoleh dari varietas sukuh yaitu dan swelling power teren-dah diperoleh dari varietas lokal yaitu Tingginya nilai swelling power varietas sukuh diduga karena sukuh memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi daripada varie-tas lainnya. Semakin tinggi kandungan amilo-pektin maka akan semakin banyak menyerap air. Haryadi 1993 menyatakan bahwa ami-lopektin pada umumnya merupakan penyu-sun struktur utama granula kebanyakan pati. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]37Gambar 1. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap rendemen pati ubi jalar BNT = KK = 2. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap suhu gelatinisasi pati ubi jalar BNT = KK = 3. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap swelling power pati ubi jalar BNT = 061, KK = 1,19% Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]38Gambar 4. Pengaruh suhu pengeringan terhadap swelling power pati ubi jalar BNT = KK = 5. Pengaruh varietas ubi terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]39Gambar 7. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar pati ubi jalar BNT = KK = 8. Pengaruh varietas ubi jalar terhadap warna pati ubi jalar BNT = KK = 1. Varietas ubi jalar Suhu Pengeringan40 oC 50 oC 60 oClokal a b b b a ab b ab Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]40Bagian ini merupakan susunan yang kurang kompak atau amorf sehingga lebih mudah dicapai oleh air. Santosa et al. 1997 juga telah meneliti daya mengembang swelling power pati yang diperoleh dari dua varietas ubi jalar yaitu varietas bentul yang berdaging umbi me-rah dan varietas ciceh yang berdaging umbi putih. Hasil penelitian tersebut menunjuk-kan bahwa varietas ciceh daya mengem-bangnya lebih tinggi yaitu sekitar dibandingkan varietas bentul sekitar Hal ini disebabkan karena kadar amilopektin varietas bentul lebih rendah dibandingkan varietas 4 memperlihatkan bahwa nilai swelling pati ubi jalar tertinggi diperoleh pada pengeringan dengan suhu 60 °C sedangkan nilai swelling power terendah diperoleh pada pengeringan dengan menggunakan suhu 40 °C. Tingginya nilai swelling power pada pen-geringan 60 °C kemungkinan disebabkan pada saat pati basah dikeringkan dengan suhu 60 °C terdapat sebagian granula yang telah mengalami gelatinisasi. Biasanya pati yang telah tergelatinisasi memiliki kemamp-uan menyerap air yang lebih besar. Winarno 1995 menyatakan bahwa pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekulnya tidak dapat kem-bali lagi ke sifat asal. Pati yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air bahkan dalam jumlah yang lebih besar dibanding-kan dengan pati yang belum tergelatinisasi. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka nilai swelling power akan semakin AirKadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan yang dinyatakan dalam persen %. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan menyebabkan terjadinya pe-rubahan pada bahan. Kadar air pati ubi jalar dari berba-gai varietas dan suhu pengeringan berkisar antara dengan nilai rata-rata kes-eluruhan Hasil analisis sidik ragam kadar air pati ubi jalar menunjukkan bahwa varietas ubi jalar dan suhu pengeringan ber-pengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kadar air pati ubi jalar. Gam-bar 5 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar air pati ubi 5 dapat dilihat bahwa kadar air tertingi terdapat pada varietas muara yaitu sebesar sedangkan kadar air terendah diperoleh dari varietas lokal yaitu Tingginya kadar air pada varietas muara diduga karena pada varietas muara yang berdaging umbi merah memiliki kand-ungan air bahan yang lebih tinggi diband-ingkan dengan varietas lokal yang memiliki warna daging umbi kuning serta varietas jago dan sukuh yang berdaging umbi putih. Adanya perbedaan kandungan air air awal pada bahan, sehingga berpengaruh terha-dap kadar air pati yang dihasilkan. Adapun kadar air awal masing-masing varietas ubi jalar yaitu lokal muara jago dan sukuh Ginting et al., 2005; Ginting et al., 2014; Ginting et al., 2018.Suismono 1995 mengatakan bahwa kandungan air ubi jalar segar yang tertinggi dimiliki oleh ubi jalar dengan warna daging umbi merah yaitu sebesar ubi jalar dengan daging umbi putih sekitar dan kandungan air terendah dimiliki oleh umbi yang berwarna kuning yaitu Gambar 6 memperlihatkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh dari pengerin-gan dengan menggunakan suhu 40 °C. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka kadar air pati ubi jalar yang dihasilkan juga se-makin rendah. Semakin tinggi suhu penger-ingan akan semakin besar energi panas yang dibawa oleh udara sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari per-mukaan bahan yang dikeringkan. Menurut Vallous 2002, pening-katan tekanan uap atau suhu pengeringan menyebabkan terjadinya penurunan kadar air bahan. Penurunan kadar air bahan akan sampai pada tititk kesetimbangan, dimana migrasi air dari permukaan bahan menuju udara kering mengakibatkan konsentrasi air dalam bahan pangan semakin lama, akan se-makin berkurang, dan mengakibatkan turun-nya tekanan uap. Perbedaan tekanan uap se-makin menurun maka penguapan air dalam permukaan bahan akan berkurang. Hal ini mengakibatkan kecepatan perpindahan air dari bagian dalam bahan menuju permukaan juga akan Abu Kadar abu bahan dapat diketahui dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi dan kemudian melaku- Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]41kan penimbangan zat yang tertinggal sete-lah proses pembakaran tersebut. Kandun-gan abu dan kompisisinya tergantung dari macam bahan Sudarmadji et al., 1994.Berdasarkan hasil analisis kadar abu menunjukkan bahwa kadar abu pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara dengan rata-rata keseluruhan Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa varietas ubi jalar, suhu pengeringan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu pati ubi jalar. Tabel 1. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu yang dihasilkan dari perlakuan antar varieatas ubi jalar dan suhu pengeringan hampir sama dan nilai kadar abu tersebut dapat dikatakan cukup tinggi, walaupun analisis sidik ragam tidak menun-jukkan pengaruh nyata. Menurut Sriwahyuni et al., 2017, kandungan abu yang dimiliki tepung ubi jalar adalah maksimal sebesar Namun pada penelitian, ini kadar abu yang diper-oleh lebih tinggi dari yang penelitian yang dilakukan oleh Sriwahyuni et al., 2017 yaitu sehingga dapat dikatakan bahwa ka-dar abu yang dihasilkan masih terlalu tinggi dari persyaratan yang telah kadar abu dapat disebabkan pada saat proses penggilingan, kandungan mineral menjadi bertambah karena terjadinya gesekan dengan mesin penggiling. Kadar abu juga dapat menunjukkan kandungan bahan selain bahan organik. Kandungan abu mem-pengaruhi mutu pati ubi jalar yang dihasil-kan yaitu warna dan kandungan mineralnya. Kandungan abu yang terlalu tinggi dapat me-nyebabkan warna yang kurang baik pada Pati Kandungan pati ubi jalar yang diper-oleh pada penelitian ini berkisar antara dengan nilai rata-rata kadar pati secara keseluruhan adalah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh nyata ter-hadap kadar pati ubi jalar, sedangkan suhu pengeringan dan interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap kadar pati yang dihasilkan. Gambar 7 memperlihatkan pengaruh varietas ubi jalar terhadap kadar pati ubi 7 dapat dilihat bahwa varietas ubi jalar yang memiliki kadar pati tertinggi diperoleh dari varietas sukuh dan kadar pati terendah diperoleh dari varietas muara Adanya perbedaan kadar pati tersebut diduga karena setiap varietas memiliki kandungan pati yang tidak sama. Warna daging umbi yang beragam ternyata juga mempengaruhi kadar pati yang dihasil-kan. Varietas sukuh yang berwarna daging umbi putih lebih tinggi kandungan patinya dibandingkan varietas muara yang berdag-ing umbi merah. Lingga 1986 menyatakan bahwa kandungan pati ubi jalar segar ber-beda tergantung dari warna daging umbi. Ubi jalar dengan warna daging umbi putih memiliki kandungan pati ubi jalar dengan warna daging umbi kuning sekitar dan ubi jalar dengan warna dag-ing umbi merah kandungan patinya sekitar Jane et al., 1999, kadar ami-losa dan amilopektin sangat berperan pada saat proses gelatinisasi, retrogradasi dan lebih menentukan karakteristik pasta pati. Imanningsih 2012 menambahkan bahwa gelatinisasi dan sifat pembengkakan dari setiap jenis pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan arsitektur granula. Ketika pati dipanaskan bersama air berlebih diatas suhu gelatinisas-inya, granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang me-miliki kandungan yang lebih rendah. Namun pati yang berkadar amilosa tinggi mempunyai kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah rantai lurus yang besar dalam granula, sehingga membu-tuhkan energi yang lebih besar untuk gelati-nisasi Richana dan Sunarti, 2004.Uji Organoleptik WarnaPengujian organoleptik merupakan salah satu pengukuran secara langsung pada suatu produk sebagai data kualitatif meng-gunakan manusia sebagai alat ukur. Pengu-jian organoleptik yang digunakan pada pe-nelitian ini adalah uji hedonik yang disebut juga dengan uji kesukaan. Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadi ten-tang kesukaan atau ketidaksukaan. Penen-tuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor di-antaranya citarasa, warna, dan nilai gizinya. Tetapi faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan Winar-no, 1995.Pengujian organoleptik yang dilaku-kan pada pati ubi jalar menunjukkan bahwa Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]42rata-rata kesukaan panelis terhadap warna pati ubi jalar yang dihasilkan berkisar antara penerimaan antara biasa sampai suka dengan rata-rata keseluruhan Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa varietas ubi jalar berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat penerimaan panelis pada warna pati ubi jalar. Sedangkan faktor suhu pengeringan dan interaksi antara kedu-anya memberikan yang tidak 8 menunjukkan bahwa pan-elis menyukai warna pati ubi jalar dari vari-etas muara dengan nilai organoleptik warna penerimaan antara biasa sampai suka. Hal ini diduga karena varietas muara yang berdaging umbi merah mengandung karoten yang lebih tinggi dibandingkan varietas jago, lokal, dan sukuh sehingga mempengaruhi warna dari produk pati yang merupakan prekursor vita-min A yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak dan pelarut lemak Andarwu-lan dan Koswara, 1992. Kadar karoten pada pati ubi jalar dapat diperkirakan dari war-nanya, kecuali ubi jalar ungu. Semakin kuat intensitas warna kuningnya semakin besar kandungan karotennya. Kandungan karoten ubi jalar paling tinggi diantara padi-padian dan umbi-umbian lainnya Sukirwan, 2000. Kadarisman 1985 juga menambahkan bahwa adanya senyawa-senyawa polipenol, asam askorbat, dan karoten menyulitkan memperoleh tepung pati berwarna putih yang jenis ubi jalar dapat dibuat men-jadi pati tetapi kualitas pati yang dihasilkan berbeda. Warna pati yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis dan warna umbi ubi jalar yang digunakan Sanifsoetan, 1987. Warna umbi jalar yang berbeda-beda mem-pengaruhi warna dari pati yang dihasilkan tetapi hal ini tidak membatasi penggunaan pati ubi jalar sebagai bahan baku industri karena dapat digunakan sesuai kebutuhan, misalnya pati ubi jalar yang berwarna ungu dapat digunakan untuk produk yang ber-warna coklat sedangkan untuk kue kering dapat digunakan pati yang berasal dari umbi yang dagingnya kuning atau putih Antar-lina, 1999.SIMPULANBerdasarkan pengaruh varietas ubi jalar, rendemen, suhu gelatinisasi, swelling power, dan kadar pati tertinggi diperoleh dari varietas sukuh dan diikuti oleh varietas jago, lokal, dan muara, sedangkan kadar air tertinggi diperoleh dari pati ubi jalar varietas muara dan kadar air terendah dari varietas lokal. Berdasarkan perlakuan suhu penger-ingan, swelling power, dan kadar air tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu 60 °C, sedan-gkan swelling power dan kadar air terendah diperoleh dari perlakuan suhu 40 °C. Ber-dasarkan uji organoleptik, pati ubi jalar yang disukai panelis adalah pati ubi jalar varietas muara dengan nilai kesukaan peneri-maan antara biasa sampai suka.DAFTAR PUSTAKAAndarwulan, N, Koswara, S. 1992. Kimia Vi-tamin. Rajawali, JakartaAntarlina, SS. 1999. Pengaruh Umur Panen dan Klon Terhadap Beberapa Sifat Fisik dan Kimiawi Tepung Ubi Jalar. Tesis. Universitas Brawijaya. MalangAfriani, L, H. 2004. Pati termodikasi dibu-tuhkan industri makanan. Dilihat 2 Januari 2006. Alim, E. 2004. Mutu Cita Rasa Rengginang Berbasis Beras Aromatik dengan Me-tode Pengeringan Berbeda. Skripsi. IPB. BogorApriyantono, AD, Fardiaz, l, Puspitasari, Se-darnawati, Budiyanto, S. 1989. Petun-juk Laboratorium Analisis Pangan. IPB, BogorDewi, N, -S., Utami, -R., Riyadi, N, -H., 2012. Aktivitas antioksidan dan antimikroba ekstrak melinjo Gnetum gemon L. Jur-nal Teknologi Hasil Pertanian. 5, 104-112. OR. 2008. Food Chemistry. CRC Press, New YorkGinting, -E., Widodo, -Y., Rahayuningsih, S, -A., Jusuf, -M., 2005. Karakteristik pati beberapa varietas ubi jalar. Jurnal Tan-aman Pangan. 24, 8-18. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk] -E., Yulianti, -R., Jusuf, -M., 2014. Ubi jalar sebagai bahan diversikasi pangan lokal. Jurnal Pangan. 23, 194-207. -E., Yulianti, -R., Elisabeth, D, A, -A., 2018. Karakteristik sik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut ka-limantan selatan. Buletin Palawija. 16, 36-45. 1993. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi pati. Agritech. 13, 37-42Histifarina, -D, Sinaga, R, -M., 1999. Pen-garuh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortel. Buletin Pasca Panen Hortikultura. 1, 25-30Immanningsih, -N., 2012. Prol gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makan. 35, 13-22Jane, -J., Chen, Y, -Y., Lee, L, -F., McPherson, A, -E., Wong, K, -S., Radosavljevics, -M., Kasemsuwan, -K., 1999. Effect of amylopectin brain chain length and amylose content on the gelatinization and pasting properties of starch. Cereal Chemistry. 765 629 – 637. -M., Antarlina, S, -S, Supriantin, Ir-fansyah, Suripan. 1998. Daya dukung klon-klon atau varietas ubi jalar untuk produk-produk pangan. Lokakarya Nasional Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Substitusi Terigu, Balai Penelitian Tanaman Aneka Ka-cang dan Umbi, MalangKadarisman. 1985. Pengaruh Penambahan Kapur, Jumlah Air Ekstraksi dan Lama Pengendapan Terhadap Rendemen dan Mutu Pati Ubi Jalar. Tesis. IPB. BogorKartikasari, S, -N., Sari, -P., Subagio, -A., 2016. Karakterisasi sifat kimia, prol amilogra RVA dan morfologi gran-ula SEM pati singkong termodikasi secara biologi. Jurnal Agroteknologi. 10, 12-24. P. 1986. Bertanam Ubi-Ubian. Penebar Swadaya, JakartaManinder, -K., Sandhu, K, -S., Singh, -N., 2006. Comparative study of the fuc-tional, thermal, and pasting properties of ours from different eld pea Pisum sativum L. and pigeon pea Cajanus ca-jan L. cultivars. Food Chemistry. 104, 259-267. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas grano-la. Jurnal Teknologi dan Industri Perta-nian Indonesia. 3426-30. TR. 1989. Teknologi Proses Pengola-han Pangan. IPB, BogorMoorthy, SN. 2004. Tropical sources of starch’. Dalam AC Eliasson ed. Starch In Foods, Structure, function and applica-tions. CRC Press, New YorkNovary, EW. 1997. Penanganan dan Pengola-han Sayuran Segar. Penebar Swadaya, JakartaRahayuningsih, S, A, Jusuf, M, Wahyuni, T, S. 2012. Perkembangan umbi dan pembentukan pati klon-klon harapan ubi jalar kaya β-karotin dan antosianin pada berbagai umur panen. Prosid-ing Seminar Hasil Penelitian Tanaman Anekan Kacang dan Umbi, Balai Pe-nelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Malang, pp. 580-589Rahman, -N., Fitriani, -H., Hartati, S, -N., 2015. Seleksi ubi kayu berdasarkan perbedaan waktu panen dan ini-siasi kultur in vitro. Prosiding Semi-nar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1, 1761-1765. -N., Sunarti, T, -C., 2004. Karak-terisasi sifat sikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen. 1, 29-37. B, A, S, Narta, Widowati, S. 1997. Studi karakteristik pati ubi jalar. Pro-siding Seminar Teknologi Pangan, Dena-pasar, Bali, pp. 301-307 Sriwahyuni, M, -N., Wijaya, -M., Kadirman. 2017. Pemanfaatan tepung ubi jalar Ipomea btatas L berbagai varietas se-bagai bahan baku pembuatan kue bolu kukus. Jurnal Pendidikan Teknolo-gi Pertanian. 3, 60-71. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 20 No. 1 [April 2019] 33-44Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati Ubi Jalar [Irhami dkk]44Suismono. 2002. Kajian teknologi pembuatan tepung dan pati umbi-umbian untuk menunjang ketahanan pangan. Ma-jalah pangan media komunikasi dan infor-masi. 37, 37-49Sukirwan, Q, N. 2000. Ubi jalar kurangi resiko buta. Dilihat 2 Januari 2006. Sanifsoetan. 1987. Ubi Jalar. Balai Pustaka, Ja-kartaSoekarto, T. 1985. Penilaian Organoleptik Un-tuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, JakartaSwinkles, J, J, M. 1987. Source of Starch, Its Chemistry and Physics’. Dalam Van Beynum GMA dan Roels JA. Starch Convertion Technology. Marcel Dekker, New YorkSudarmadji, S, B, Haryono, Suhardi. 1994. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. PAU UGM, YogyakartaValous, -N., Gavrielidou, M, -A., Karapant-sio, T, -D., Kostoglou, -M., 2002. Per-formance of a double drum dryer for producing pregelatinized maize starches. Journal of Food Engineering. 51, 171–183. FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Chem. 765629–637 Structures and properties of starches isolated from different botanical sources were investigated. Apparent and absolute amylose contents of starches were determined by measuring the iodine affinity of defatted whole starch and of fractionated and purified amylopectin. Branch chain-length distributions of amylopectins were analyzed quantitatively using a high-performance anion-exchange chromatography system equipped with a postcolumn enzyme reactor and a pulsed amperometric detector. Thermal and pasting properties were measured using differential scanning calori-metry and a rapid viscoanalyzer, respectively. Absolute amylose contents of most of the starches studied were lower than their apparent amylose contents. This difference correlated with the number of very long branch chains of amylopectin. Studies of amylopectin structures showed that each starch had a distinct branch chain-length distribution profile. Average degrees of polymerization dp of amylopectin branch chain length ranged from for waxy rice to for high-amylose maize VII. Compared with X-ray A-type starches, B-type starches had longer chains. A shoulder of dp 18–21 chain length of nm was found in many starches; the chain length of nm was in the proximity of the length of the amylopectin crystalline region. Starches with short average amylopectin branch chain lengths waxy rice and sweet rice starch, with large proportions of short branch chains dp 11–16 relative to the shoulder of dp 18–21 wheat and barley starch, and with high starch phosphate monoester content potato starch displayed low gelatinization temper-atures. Amylose contents and amylopectin branch chain-length distributions predominantly affected the pasting properties of functional, thermal and pasting properties of flours from field pea LFP-48 and PG-3 and pigeon pea AL-15 and AL-201 cultivars were determined and related to each other using Pearson correlation and principal component analysis PCA. Field pea flours FPF were significantly P < different from pigeon pea flours PPF in their lower ash and higher fat and protein contents. FPF also exhibited higher L∗, ΔE value, water solubility index WSI, oil absorption capacity OAC, foaming capacity FC and lower a∗, b∗ value, water absorption index WAI and water absorption capacity WAC in comparison to PPF. FPF differed significantly from PPF in exhibiting lower transition temperatures To, Tp, Tc, enthalpy of gelatinization ΔHgel, peak height index PHI and higher gelatinization temperature range R. PCA showed that LFP-48 and PG-3 flours were located at the far left of the score plot with a large negative score, while the AL-15 and AL-201 flours had large positive scores in the first principal component. Several significant correlations between functional, thermal and pasting properties were revealed, both by Pearson correlation and PCA. Pasting properties of the flours, measured using the rapid visco analyzer RVA, also differed significantly. PPF were observed to have higher pasting temperature PT, peak viscosity PV, trough viscosity TV, breakdown BV, final viscosity FV and lower setback viscosity SV as compared to jalar sebagai bahan diversifikasi pangan lokalE Html GintingR YulifiantiM JusufGambar 6. Pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar air pati ubi jalar BNT = KK = Ginting, -E., Yulifianti, -R., Jusuf, -M., 2014. Ubi jalar sebagai bahan diversifikasi pangan lokal. Jurnal Pangan. 23, 194-207. php/pangan/article/view/63/57Karakteristik fisik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut kalimantan selatanE GintingR YulifiantiD ElisabethGinting, -E., Yulifianti, -R., Elisabeth, D, A, -A., 2018. Karakteristik fisik, kimia, dan sensori ubi jalar pada berbagai pemupukan di lahan pasang surut kalimantan selatan. Buletin Palawija. 16, 36-45. dan pemanfaatan ilmu dan teknologi patiHaryadiHaryadi. 1993. Dasar-dasar dan pemanfaatan ilmu dan teknologi pati. Agritech. 13, 37-42Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortelD HistifarinaR SinagaHistifarina, -D, Sinaga, R, -M., 1999. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap mutu tepung wortel. Buletin Pasca Panen Hortikultura. 1, 25-30Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakanN ImmanningsihImmanningsih, -N., 2012. Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan. Penelitian Gizi Makan. 35, 13-22Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas granolaMartunisMartunis. 2012. Pengaruh suhu dan lama pengeringan terhadap kuantitas dan kualitas pati kentang varietas granola. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 3426-30. https//doi. org/
0% found this document useful 0 votes3 views28 pagesOriginal TitleJENIS BAHAN MAKANANCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes3 views28 pagesJenis Bahan MakananOriginal TitleJENIS BAHAN MAKANANJump to Page You are on page 1of 28 You're Reading a Free Preview Pages 7 to 8 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 13 to 26 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Jawabanmenggunakan sinar matahariPenjelasan pengeringan menggunakan media sinar mataharia. Bahan lebih awetb. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan, pengangkutan, dan Kemudahan dalam penyajiand. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 147 pISSN 20885369 eISSN 26139952 DOI PEMETAAN RANTAI PASOK DAN ANALISIS NILAI TAMBAH KOMODITAS JAGUNG DI KABUPATEN TANAH LAUT SUPPLY CHAIN MAPPING AND ADDED VALUE ANALYSIS OF CORN COMMODITIES IN TANAH LAUT REGENCY R. Rizki Amalia٭, Nina Hairiyah, Nuryati Program Studi Agroindustri Politeknik Negeri Tanah Laut Jl. A. Yani Km. 6 Desa Panggung Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut *Email korespondensi Diterima 06-10-2020, diperbaiki 03-11-2020, disetujui 13-11-2020 ABSTRACT Kabupaten Tanah Laut is one of the districts in South Kalimantan Province which has the largest of corn production compared to other districts. Based on data from the Office of Horticultural Food Crops and Plantation of Tanah Laut Regency, it was found that the production of corn commodities from 2017 to 2019 increased. This happens because the demand for corn commodities continues to increase every year. In addition, in Tanah Laut Regency, two large animal feed companies have been established that require corn as the main raw material. The magnitude of this potential makes it necessary to identify entities through supply chain mapping so that the added value of each entity can be determined. The purpose of this research was to map the supply chain and analyze the added value of corn commodity supply chain in Tanah Laut Regency. The research method used in analyzing the supply chain is descriptive analysis using purposive sampling and snowball sampling to obtain in-depth and objective information. Meanwhile, value added analysis uses the Hayami results showed that there were three supply chain entities to reach consumers, namely farmers, small collectors, and large collectors. Meanwhile, the results of the analysis of the added value of each entity obtained the highest value, namely the large collectors with a value added ratio of 87% of Rp. 783, small collectors with a ratio of of Rp. 699, and farmer entities of with a value of Rp. 671, This is because the treatment of corn commodities in each entity is different. Keywords Added value, supply chain mapping, corn commodities ABSTRAK Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki produksi jagung terbesar dibandingkan Kabupaten Lainnya. Berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut diperoleh bahwa produksi komoditas jagung dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 meningkat. Hal ini terjadi karena permintaan komoditas jagung terus meningkat setiap tahun. Selain itu, di Kabupaten Tanah Laut telah berdiri dua perusahaan besar pakan ternak yang membutuhkan bahan baku utama jagung. Besarnya potensi tersebut membuat perlunya dilakukan identifikasi entitas melalui pemetaan rantai pasok sehingga nilai tambah pada setiap entitas dapat diketahui besarannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan rantai pasok dan menganalisis nilai tambah rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut. Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis rantai pasok adalah analisis deskriptif menggunakan puposive sampling dan snowball sampling untuk memperoleh informasi secara mendalam dan obyektif. Sedangkan analisis nilai tambah menggunakan metode 148 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 Hayami. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga entitas rantai pasok untuk sampai ke konsumen yaitu yaitu petani, pengumpul kecil, dan pengumpul besar. Sedangkan hasil analisis nilai tambah setiap entitas diperoleh nilai tertinggi yaitu pada pengumpul besar dengan rasio nilai tambah 87% sebesar Rp. pengumpul kecil dengan rasio 86, 4% sebesar Rp. entitas petani sebesar 86,13% dengan nilai Rp Sedangkan tingkat keuntungan yang diperoleh entitas petani sebesar 67,82%, pengumpul kecil sebesar 68,76%, dan pengumpul besar sebesar 71,22%. Hal ini karena perlakuan pada komoditas jagung pada setiap entitas berbeda. Kata Kunci Komoditas jagung, nilai tambah, pemetaan rantai pasok PENDAHULUAN Jagung merupakan komoditas pangan kedua setelah padi dan dapat ditemukan di berbagai pelosok daerah Indonesia seperti di Provinsi Kalimantan Selatan. Penghasil komoditas jagung terbesar lebih dari 50% dari seluruh Provinsi Kalimantan Selatan berada di Kabupaten Tanah Laut. Selain itu, terdapat dua perusahaan besar yang bergerak dalam pengolahan pakan ternak dengan menggunakan bahan baku utama jagung. Berdasarkan Data Dari Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut, pada tahun 2017 produksi jagung di Kalimantan Selatan mencapai ton. Sedangkan pada tahun 2018 dan 2019 terus mengalami peningkatan produksi yaitu berturut turut sebesar ton dan ton. Hal ini terjadi karena banyaknya permintaan bahan baku jagung dari perusahaan untuk pembuatan pakan ternak. Petani biasanya menjual komoditas ke pelaku agroindustri seperti pemasok, pengumpul ataupun konsumen. Hubungan antara setiap pelaku agroindustri ini akan membentuk rantai pasok. Sistem rantai pasok akan berjalan lancar apabila adanya kepastian jumlah pasokan bahan baku dan jumlah permintaan komoditas jagung. Rantai pasok merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan untuk mencapai suatu konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas dalam rantai pasok melalui optimalisasi waktu, lokasi dan aliran kuantitas bahan dengan sistem terkoordinasi yang terdiri dari organisasi, informasi, aktivitas dan sumber daya manusia yang terlihat secara bersama-sama memindahkan suatu produk atau jasa dari pemasok kepada pelanggan. Permintaan jagung akan terus meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan peningkatan dan kemajuan industri pakan ternak sehingga perlu adanya upaya peningkatan produksi komoditas jagung melalui sumber daya manusia, sumber daya alam, ketersediaan lahan, dan teknologi yang digunakan. Jagung yang khusus dijadikan sebagai pakan ternak biasanya dikeringkan terlebih dahulu agar harganya lebih tinggi dibandingkan jagung yang memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini akan memberikan nilai tambah yang menyebabkan petani meningkatkan produksi dan dapat meningkatkan pendapatan petani Noviantari, 2015. Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai pasok dari hulu ke hilir yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen. Nilai tambah pada setiap entitas rantai pasok berbeda-beda tergantung dari input dan perlakuan oleh setiap anggota rantai pasok tersebut Marimin dan Slamet, 2010. Pemetaan rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut belum teridentifikasi dengan jelas sehingga nilai tambah pada setiap entitas belum diketahui besarannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan perancangan konsep dengan menggunakan pola pemetaan rantai pasok yang diharapkan dapat menentukan pola aliran rantai pasok dan nilai tambah komoditas jagung pada setiap entitas di Kabupaten Tanah Laut Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 149 METODE Penelitian dilakukan pada setiap entitas rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Pengumpulan data berupa data primer yang bersumber dari setiap entitas yang berhubungan dengan rantai pasok komoditas jagung. Sedangkan data sekunder bersumber dari Dinas Pertanian, Badan Pusat Statistik, internet serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tema penelitian. Data primer yang diperlukan adalah data kualitatif dan kuantitatif mengenai pelaku/ entitas pada struktur rantai pasok, nilai tambah setiap entitas pada rantai pasok. Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara kepada berbagai entitas rantai pasok berdasarkan pertanyaan yang sudah direncanakan agar hasil wawancara sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode pengumpulan data dengan cara melakukan penelusuran rantai pasok yang dimulai dari tingkat petani sampai ke konsumen. Sampel dipilih secara purposive dari tiap entitas petani dengan pertimbangan kemudahan memperoleh informasi. Petani yang dipilih adalah petani yang direkomendasikan oleh Dinas Hortikultura Tanaman Pangan dan Perkebunan di setiap kecamatan. Penelusuran rantai pasok berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling dimana entitas lainnya ditentukan berdasarkan keterangan dari pihak petani yang berasal dari lokasi penelitian minimal 5 petani sehingga diperoleh informasi mengenai entitas peta rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut. Analisis rantai pasok ini mengacu pada penelitian Amalia dkk. 2017 yaitu menggunakan analisis deskriptif dimana metode ini digunakan dengan tujuan memperoleh gambaran secara mendalam dan obyektif mengenai objek penelitian. Sedangkan analisis nilai tambah yang digunakan pada kajian rantai pasok ini adalah metode Hayami Tabel 1. Analisis ini digunakan berdasarkan keunggulan metode Hayami untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diperoleh oleh setiap anggota rantai pasok, yang terdiri atas tenaga kerja, modal, dan manajemen yang diusahakannya. Nilai Tambah = f { K, B, T, U, H, h, L } dimana K = Kapasitas produksi B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja H = Harga output h = Harga bahan baku L = Nilai input lain nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai HASIL DAN PEMBAHASAN Pemetaan Rantai Pasok Rantai pasok komoditas pertanian sedikit berbeda dengan rantai pasok non pertanian. Hal ini karena sifat komoditas pertanian mudah rusak, proses penanaman sampai proses pemanenan tergantung terhadap iklim dan musim, adanya variasi ukuran dan bentuk hasil panen sehingga faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam rantai pasok komoditas pertanian untuk mendapatkan sistem rantai pasok yang komprehensif, efektif, efisien, dan berkelanjutan Furqon, 2014. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pemetaan rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut seperti yang terlihat pada Gambar 1. 150 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 Tabel 1. Perhitungan Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Koefisien Tenaga Kerja Langsung HOK/kg UpahTenaga Kerja Langsung Rp/HOK Penerimaan dan Keuntungan b. Rasio nilai tambah % 11b = 11 a / 10 x 100% a. Pendapatan tenaga kerja langsung Rp/kg b. Pangsa tenaga kerja langsung % 12b = 12a / 11a x 100% b. Tingkat keuntungan % 13b = 13a / 10 x 100% Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi a. Pendapatan tenaga kerja langsung % 14a = 12a / 14 x 100% b. Sumbangan input lain % 14b = 9 / 14 x 100% c. Keuntungan perusahaan % 14c = 13a / 14 x 100% Sumber Marimin dan Maghfiroh 2010 Gambar 1. Peta rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut Berdasarkan Gambar 1 terdapat 3 entitas pada rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut yaitu petani, pengumpul kecil dan pengumpul besar. Petani jagung merupakan penyedia bahan baku berupa jagung. Hasil panen komoditas jagung ini ada yang dijual ke kelompok tani, pengumpul kecil, pengumpul besar dan juga langsung ke konsumen. Pada proses penjualannya petani biasanya langsung menjual komoditas jagung ini tanpa mensortir terlebih dahulu. Petani jagung di Kabupaten Tanah Laut tersebar di hampir seluruh kecamatan yaitu Kecamatan Batu Ampar, Panyipatan, Pelaihari, Jorong, Bajuin, Takisung, Kurau, Bati-bati, Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 151 Tambang Ulang dan Kintap. Pengumpul kecil merupakan pemasok yang membeli jagung ke beberapa petani. Pengumpul kecil ini biasanya pemasok perorangan dan juga ada yg berkelompok seperti kelompok tani jagung yang aktivitasnya tidak hanya mengikuti Program Pemerintah tetapi juga ikut melakukan penjualan jagung ke pengumpul besar. Pengumpul kecil biasanya melakukan penyortiran bahan baku dengan memisahkan produk yang kualitasnya baik dengan yang rusak kemudian bahan baku tersebut dijual ke pengumpul besar. Harga bahan baku yang sudah dipisahkan berbeda tergantung dari ukuran dan bentuk fisik jagung. Pengumpul besar merupakan pemasok yang mengambil bahan baku baik dari petani dan pengumpul kecil. Semua bahan baku tersebut kemudian disortir kembali untuk memisahkan bahan baku yang kualitasnya baik dan tidak layak. Bahan baku yang kualitasnya baik dilakukan proses pengeringan agar kadar air jagung rendah sehingga sesuai dengan standar mutu yang diinginkan konsumen sesuai dengan SNI 01-4483-1998 yaitu maksimum 14%. Jika bahan baku lebih dari 14% biasanya harga bahan baku menjadi lebih murah di konsumen. Konsumen merupakan perusahaan pakan ternak yang ada di Kabupaten Tanah Laut. Konsumen mendapatkan bahan baku jagung tidak hanya dari pengumpul besar tetapi melalui beberapa entitas rantai pasok seperti Gambar 1 diantaranya 1. Peta aliran rantai pasok 1 merupakan aliran rantai pasok yang memiliki lintasan paling pendek yaitu dari petani konsumen. Pada pola aliran ini petani merupakan penyedia bahan baku sekaligus biasanya sebagai pengumpul besar sehingga bahan baku bisa langsung dijual ke konsumen dalam jumlah besar. Hubungan antara petani dan konsumen memiliki hubungan kerjasama melalui sistem kontrak sebagai pemasok bahan baku jagung. Hal ini dilakukan untuk melancarkan proses produksi pakan ternak. Menurut Saputra dkk. 2017 hubungan antara petani dan konsumen atau produsen dan perusahaan adalah adanya hubungan kemitraan atau kerjasama melalui kesepakatan kontrak dimana komitmen harus saling memuaskan dan menumbuhkan saling ketergantungan. Rantai pasok yang paling terpendek menguntungkan bagi petani dibandingkan dengan rantai pasok yang panjang. Bubun dkk. 2018 menyatakan bahwa manajemen rantai pasok yang baik adalah dimana rantai pasok tersebut dapat memangkas rangka rantai pasok, sehingga petani dapat langsung memiliki akses terhadap konsumen dan menjual produknya dengan harga yang relatif tinggi. Persentase petani yang menjual hasil jagung langsung ke konsumen sangat sedikit yaitu berkisar 7%. Hal ini karena petani ini juga sebagai pengumpul besar yang harus memiliki modal besar untuk mengeringkan jagung agar sesuai dengan kesepakatan kerjasama dengan konsumen. 2. Peta aliran rantai pasok 2 yaitu petani pengumpul besar konsumen. Pada lintasan ini pengumpul besar mendapatkan pemasokan bahan baku dari beberapa petani yang selanjutnya disortir dan dikeringkan terlebih dahulu sehingga kadar airnya rendah untuk langsung dijual ke konsumen. Menurut Firmansyah 2009 kadar air biji jagung yang yang beredar di masyarakat khususnya petani jagung rata-rata masih memiliki kadar air yang tinggi yaitu sekitar 25-35% sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama, sementara dalam kebutuhan industri kadar air biji jagung maksimal 14%. Proses pengeringan merupakan satu-satunya cara untuk menurunkan kadar air jagung hingga mencapai standar, sehingga pengeringan menjadi bagian yang terpenting dalam memproduksi jagung berkualitas Arsyad, 2018. Selain itu, pengumpul besar biasanya memberikan informasi mengenai harga dan permintaan bahan baku serta modal kepada petani baik berupa uang tunai 152 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 ataupun sarana yang dimanfaatkan untuk proses usaha tani. Hal ini sesuai dengan Husnarti 2017 yang menjelaskan bahwa pengumpul berperan dalam pemberian modal pada petani dan berperan juga dalam memberikan informasi tentang harga dan permintaan produk pertanian. Persentase petani yang menjual produk jagung melalui pengumpul besar sekitar 29%. Biasanya petani dalam lintasan rantai pasok ini memiliki lahan yang luas sehingga pengumpul besar memberikan pinjaman modal dengan kesepakatan penjualan jagung harus melalui pengumpul besar tersebut. 3. Peta aliran rantai pasok 3 ini merupakan aliran rantai pasok terpanjang dibandingkan lintasan yang lain dimana dimulai dari petani pengumpul kecil pengumpul besar konsumen. Pengumpul besar mendapatkan pemasokan bahan baku jagung dari beberapa petani, beberapa pengumpul kecil termasuk juga kelompok tani. Harga jual jagung dari petani ke pengumpul kecil dan kelompok tani yaitu Rp. kg. Sedangkan pengumpul kecil/ kelompok tani menjual jagung ke pengumpul besar seharga Rp. Sedangkan pengumpul besar menjual jagung ke konsumen sebesar Rp. Walaupun aliran rantai pasok ini panjang, namun ada sebagian besar petani menjual produknya ke pengumpul kecil kelompok tani sehingga hasil keuntungan yang diperoleh kelompok tani akan dibagikan juga ke petani-petani yang masuk dalam anggota kelompok tani. Menurut Djiwandi 1994 dalam Nuryanti dan Swastika 2011, kelompok tani merupakan organisasi yang dapat dikatakan berfungsi penting sebagai wadah pembinaan petani yang tergabung di dalamnya, sehingga dapat memperlancar pembangunan pertanian. Kelompok tani yang aktivitasnya juga sebagai pengumpul kecil berada di Kecamatan Panyipatan. Petani yang menggunakan lintasan ini paling banyak yaitu sekitar 64% karena biasanya petani yang menggunakan lintasan ini memiliki lahan pertanian yang sempit, kekurangan modal usaha, lebih mudah menjual produk karena biasanya lokasi pengumpul kecil berada dekat dengan petani. Marimin dan Maghfiroh 2010 menyatakan lintasan yang paling efektif adalah lintasan yang paling pendek yaitu lintasan pertama dari konsumen langsung ke produsen karena bahan baku yang dihasilkan oleh produsen langsung ke konsumen tanpa ada perantara sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar. Namun sebagian besar petani biasanya tetap melalui lintasan yang lebih panjang karena selain adanya kontrak dengan pengumpul, hasil panen juga langsung dibawa oleh pengumpul sehingga hasil panen tidak rusak ketika proses penyimpanan. Menurut Kambey dkk. 2016, penjualan melalui pengumpul lebih menguntungkan dibandingkan dijual sendiri ke konsumen karena pengumpul biasanya membeli komoditas jagung per lahan milik petani. Nilai Tambah Konsep nilai tambah terjadi karena adanya perlakuan input pada komoditas. Perlakuan ini dapat berupa proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan, distribusi dan lain lain dalam suatu proses produksi yang menyebabkan terjadinya nilai tambah pada komoditas tersebut Marimin dan Maghfiroh, 2010. Setiap entitas baik petani, pengumpul kecil dan pengumpul besar memiliki nilai tambah yang berbeda sesuai dengan perlakuan terhadap input komoditas jagung. Perbedaan nilai tambah komoditas jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 153 Tabel 2. Analisis Nilai Tambah Pada Setiap Entitas Rantai Pasok Komoditas Jagung Berdasarkan Tabel 2, rasio nilai tambah setiap entitas berbeda karena adanya perlakuan komoditas jagung yang berbeda. Rasio nilai tambah pada entitas pengumpul besar lebih besar yaitu 87% dengan nilai Rp. 783. 840,- dibandingkan dengan pengumpul kecil 86,4% dengan nilai Rp. dan petani 86,13% dengan nilai Rp. Perlakuan bahan baku jagung pada petani rata-rata setelah dipanen dilakukan pengeringan dengan menggunakan sinar matahari. Biasanya penjemuran dilakukan sehari atau 2 hari. Jika cuacanya mendung, jagung hanya disimpan dan menunggu pengumpul kecil mengambil bahan baku. Hal ini menyebabkan kadar air komoditas jagung di tingkat petani masih tinggi yaitu di atas 14%. Kondisi penanganan seperti ini sangat rentan menyebabkan kerusakan pada biji jagung dan penurunan kandungan gizinya Widaningrum dkk., 2010. Pengumpul kecil memberikan perlakuan berupa sortasi atau pemilahan produk yang mengalami penurunan mutu. Mutu tersebut dilihat dari segi fisik yaitu berupa ukuran dan kerusakan mekanis. Adapun kerusakan mekanis bisa berupa susut berat, memar, cacat, kotor, terdapat butiran pecah, dan perubahan warna karena mulai terjadi pembusukan Kristanto, 2008 dalam Hasnani, 2019. Menurut Amalia dkk. 2018 kerusakan mekanis dalam rangkaian kegiatan di rantai pasok perlu diperhatikan, karena dapat menjadi titik awal bagi kerusakan-kerusakan lain seperti kimiawi dan mikrobiologi. Setelah itu beberapa pengumpul langsung mengemas komoditas jagung dengan karung dan menjual komoditas ke pengumpul besar. 154 Jurnal Agroindustri Vol. 10 No. 2, November 2020 147-155 Pengumpul besar juga melakukan sortasi terlebih dahulu dengan melakukan pemilahan produk yang mutunya baik dengan produk yang mulai mengalami penurunan mutu. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas terbaik sesuai permintaan konsumen. Jagung yang kualitasnya baik dilakukan pengeringan menggunakan mesin dryer sehingga pengeringannya tidak tergantung cuaca. Jagung yg dikeringkan berupa jagung utuh dan dan jagung pipil. Pengeringan ini dilakukan untuk menurunkan kadar air jagung sesuai dengan standar SNI yaitu 14%. Menurut Widaningrum dkk. 2010 kadar air yang tinggi menjadi penyebab tumbuhnya jamur dan menyebabkan tingginya kerusakan pada biji jagung. Selain nilai tambah, pada Tabel 2 terdapat tingkat keuntungan yang diperoleh setiap entitas. Keuntungan pada entitas petani yaitu sebesar 67,82%, sedangkan pada pengumpul kecil keuntungan yang diperoleh sebesar 73,67%. Keuntungan yang paling besar berada pada entitas pengumpul besar yaitu 76,30%. Berdasarkan hasil keuntungan ini pemasaran yang paling baik pemasaran pengumpul besar ke konsumen karena harga jual produk relatif lebih tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh juga lebih tinggi Bubun dkk., 2018. KESIMPULAN Pemetaan rantai pasok komoditas jagung di Kabupaten Tanah Laut terdiri dari 3 tiga entitas yaitu petani, pengumpul kecil dan pengumpul besar. Sedangkan aliran rantai pasok yang terjadi pada pemetaan rantai pasok yaitu rantai pasok 1 yang dimulai dari petani langsung ke konsumen. Rantai pasok 2 yaitu dari petani ke pengumpul besar dan ke konsumen. Sedangkan rantai pasok 3 yaitu dimulai dari petani, pengumpul kecil, pengumpul besar dan ke konsumen. Nilai tambah yang dihasilkan dari setiap entitas rantai pasok berbeda sesuai dengan perlakuan terhadap komoditas tersebut. Rasio nilai tambah yang paling tinggi adalah pengumpul besar 87%, pengumpul kecil 86,4%, dan petani 86,13%. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Politeknik Negeri Tanah Laut yang telah memberikan dana Penelitian Dosen Dana DIPA PD3 Tahun 2020 dengan No. Kontrak 016/ DAFTAR PUSTAKA Amalia, R. R., Hairiyah N, Nuryati. 2017. Pemetaan Rantai Pasok Buah Naga di Kabupaten Tanah Laut. Prosiding Seminar Nasional Riset Terapan. ISSN 2341-5662 Amalia, R. R., Hairiyah N, Nuryati. 2018. Analisis Kerusakan Mekanis dan Umur Simpan Pada Rantai Pasok Buah Naga Di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Industria Jurnal Teknologi dan Manajemen Industri 7232-41. Arsyad M. 2018. Pengaruh pengeringan terhadap laju penurunan kadar air dan berat jagung Zea mays L. untuk varietas bisi 2 dan NK22. Jurnal agropolitan 51 44-52. Bubun, Sukardi, Suparno O. 2018 . Kinerja Rantai Pasok Kedelai Di Kabupaten Grobongan. Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen 41 32-42. Firmansyah IU. 2009. Teknologi Pengeringan dan Pemipilan untuk Perbaikan Mutu Benih Jagung Studi Kasus di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Serealia Balai Penelitian Tanaman Serealia. ISBN 978-979-8940-27-9. Furqon C. 2015. Analisis Manajemen dan Kinerja Rantai Pasokan Agribisnis Buah Stroberi di Kabupaten Pemetaan Rantai Pasok dan Analisis Nilai Tambah…..Amalia, et al. 155 Bandung. IMAGE Jurnal Riset Manajemen 32 109-126. Hasnani S., Jamaluddin P., Ratnawaty F. 2019. Pengaruh Teknik Penyimpanan terhadap pengendalian Aflatoksin Jagung Zea Mays L selama penyimpanan. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian 5S37 – S47. Husnarti. 2017. Pedagang Pengumpul di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Pertanian Faperta UMSB 11 1-8. Kambey Kawet L., Sumarauw 2016. Analisis Rantai Pasokan Supply Chain Kubis di Kelurahan Rurukan Kota Tomohon. Jurnal Emba, 45303-408 Marimin dan Magfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Rantai Pasok. IPB Press. Bogor. Marimin dan Slamet 2010. Analisis Pengambilan Keputusan Manajemen Rantai Pasok Bisnis Komoditi dan Produk Pertanian. Jurnal Pangan, 192 169–188. Noviantari K., Ali Ibrahim H., Novi R. 2015. Analisis Ratai Pasok dan Nilai Tambah Agroindustri Kopi luwak di Propinsi Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis 31 10-17. Nuryanti S., Swastika 2011. Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Pertanian. Forum Penelitian Agro ekonomi, 292115-128. Saputra Anggareni Dharma 2017. Pola Kemitraan Usaha Tani Kelapa Sawit Kelompok Tani Telaga Biru dengan PT. Sawindo Kencana melalui Koperasi di Kabupaten Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata 62249-258. Widaningrum, Miskiyah, Somantri. 2010. Perubahan sifat fisiko-kimia jagung Zea Mays L pada penyimpanan dengan perlakuan karbondioksida CO2. Jurnal Agritech 301 36-45. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Naga Hylocereuspolyrhiyzus merupakan salah satu komoditas yang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Sebagai salah satu komoditas hortikultura, buah naga memiliki tingkat kerusakan yang cukup tinggi dalam proses distribusinya hingga ke tangan konsumen. Buah naga melewati beberapa proses dimulai dari pemanenan, pengangkutan, penyortiran, pengemasan, penyimpanan, pendistribusian dan pemasaran untuk sampai ke konsumen akhir. Oleh karena itu diperlukan kajian mengenai masing-masing proses yang ada dengan tujuan mempertahankan kualitas buah naga sampai ke tangan ini bertujuan untuk melakukan pemetaan rantai pasok buah naga khususnya pasar yang berlokasi di daerah wisata Tanah Laut. Penelitian dilakukan di lokasi wisata Tanah Laut antara lain sekitar Tampang, Tajau Pecah dan Bati-Bati. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data-data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran rantai pasok buah naga memiliki empat pola aliran yang terdiri dari entitas petani, pengumpul kecil, pengumpul besar, pedagang pengecer dan konsumen. Kata Kunci buah naga, pemetaan, rantai pasok Marimin MariminNurul MaghfirohPemikiran sistem dapat dipandang sebagai dorongan terhadap kepiawaian ilmu pengetahuan dalam menghadapi permasalahan yang kompleks dan dinamis, yang terjadi pada sistem kehidupan. Ilmu sistem mengajarkan pendekatan holistik yang selalu berupaya mengurai persoalan yang kompleks menjadi bagian-bagiannya agar dapat dipelajari dan diinterpretasi. Buku ini mendiskusikan secara ilustratif tahap demi tahap suatu cara pandang dalam pengambilan keputusan dan aplikasinya dalam berbagai bidang, utamanya pada manajemen rantai pasok yang tergolong sulit dan kompleks, yang diekspresikan secara sederhana. Aspek kajian diawali dengan pembahasan tentang pendekatan kesisteman dan peran teknik pengambilan keputusan, dalam penyelesaian persoalan keputusan manajemen dan keteknikan pada umumnya dan manajemen rantai pasok pada khususnya. Secara iteratif, kemudian dibahas prinsip manajemen rantai pasok dan dukungan keputusan yang diperlukan, lalu dilanjutkan dengan pembahasan teknik-teknik keputusan sederhana, sedang, dan kompleks yang dilengkapi berbagai aplikasi penerapannya. Buku ini sesuai untuk dibaca bagi kalangan staf pengajar perguruan tinggi, mahasiswa program sarjana dan pascasarjana, peneliti, industri dan pemerhati pendekatan sistem, teknik dan sistem pengambilan keputusan dan manajemen rantai pasok. Shriji HasnaniJamaluddin JamaluddinRatnawaty FadilahThe purpose of this study was to determine the method of controlling the levels of aflatoxin corn with storage techniques using plastic sack packaging without base and with pedestal during storage. This research method is in the form of an experiment using a T test with 2 treatments repeated three times. The treatment in this study is shelled corn packaging plastic sacks without base and shelled corn packaging plastic bag with a base. During storage the sample is observed levels of aflatoxin, water content, air humidity and temperature. The results showed that there were differences in levels of aflatoxin and increased with the length of storage. The best treatment is obtained from the shelled corn using a base at 7th day, 14th day, 21st and 28th day storage with an average value of ppb, ppb, 44 ppb and 49 ppb. Analysis of the levels of aflatoxin in the treatment of piped corn packing plastic bags using a base meets the requirements of corn quality based on Indonesian National Standards. Sri NuryantiDewa Ketut Sadra Swastikap> English This paper describes roles of farmers’ groups in agricultural technology application. A farmers’ group is defined as a group of farmers informally consolidate themselves based on their common goals in farming activities. Initial spirit of establishing a farmers’ group is to strengthen farmers’ bargaining position, especially in terms of collective purchasing of farm inputs and selling their agricultural products efficiently. Indonesia has a long experience in formation of farmers’ groups since Mass Intensification BIMAS and Special Intensification INSUS were launched in 1970s-1980s. Currently, most of farmers groups in Indonesia are not formed by farmers themselves, but they are mostly formed as a response to the government program that requires farmers to become members of a farmers’ group. Most of government support for farmers, such as distribution of subsidized fertilizer, agricultural extension, subsidized farm credits and other programs are distributed to farmers’ group or farmers’ groups association. Introduction and promotion of a new technology is also delivered through farmers’ groups. Thus, the roles of a farmers’ group are not only as the means of distributing government assistance and extension services, but also as the agent for new technology adoption. Indonesian Makalah ini merupakan tinjauan review dari berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu, ditujukan untuk mendeskripsikan peran kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian. Kelompok tani didefinisikan sebagai sekelompok petani yang secara informal mengkonsolidasi diri berdasarkan kepentingan bersama dalam berusahatani. Semangat awal pembentukan kelompok tani adalah untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil secara kolektif. Indonesia mempunyai pengalaman panjang pembentukan kelompok tani, sejak diluncurkannya program BIMAS, INSUS dan Supra Insus di era 1970-an dan 1980-an. Saat ini kebanyakan kelompok tani di Indonesia tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani dalam memperkuat diri, melainkan kebanyakan merupakan respon dari program-program pemerintah yang mengharuskan petani berkelompok. Umumnya program-program bantuan pemerintah seperti penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani bersubsidi, dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani Gapoktan. Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau anggota Gapoktan. Dengan demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru. media pengeringan dengan bahan serealia paling murah dan mudah yaitu